Para ahli penerbangan dan sejarah Barat mengakui pencapaian peradaban Islam dalam dunia penerbangan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. ”Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam bukunya yang bertajuk History of the Arabs.
Pencapaian yang berhasil ditorehkan ilmuwan Muslim di era kejayaan
Kekhalifahan Islam di Andalusia itu juga mendapat pengakuan dari pakar
kedirgantaraan Amerika Serikat (AS), Richard P Hallion. Dalam sebuah
kesempatan, Hallion menyatakan, sejarah penerbangan dunia tak boleh
melupakan pencapaian Ibnu Firnas.
Di bulan September 2000, University of Houston mulai memperkenalkan
dan mengajarkan para mahasiswanya tentang sejarah penerbangan yang
telah diperkenalkan Ibnu Firnas. ”Hari ini kita mempelajari seorang
manusia yang sudah benar-benar terbang pada 1.000 tahun lalu,” begitu
University of Houston membuka kuliahnya.
Adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa Ibnu Firnas yang mewakili
peradaban Islam pada tahun 852 M telah berhasil melakukan uji coba
penerbangan pertama. Karena itu, tak salah bila pengelola Bandara
Internasional Doha di Qatar menamakan sistem manajemen airport mereka
yang baru dengan julukan ‘Firnas’.
Asal-usul dunia kedirgantaraan memang selalu mengundang perdebatan.
Konon, peradaban pertama yang bercita-cita untuk bisa terbang adalah
bangsa Cina. Memang ada beragam kisah tentang penerbangan yang pernah
dilakukan sebelum peradaban Islam melakukannya.
Para ahli menyatakan, upaya penerbangan yang dilakukan secara
terkontrol yang dapat dibuktikan kesahihannya terjadi pada abad ke-9 M.
Karena sejatinya, bila berbicara sejarah penerbangan akan berhubungan
erat dengan perkembangan penerbangan mekanis, mulai dari penerbangan
yang digerakkan dengan meluncur hingga ke yang lebih modern lagi.
Peradaban Islam Spanyol di bawah kekuasaan Kekhalifahan Cordoba
telah menjadi saksi uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas.
Upaya itu mendapat dukungan dari Amir Abdurrahman II–Penguasa Cordoba
yang masih berada di bawah payung Kekhilafahan Ummayah. Ilmuwan Muslim
serbabisa itu melakukan uji coba penerbangannya pada tahun 852 M.
Ibnu Firnas membuat satu set sayap yang terbuat dari kain yang
dikeraskan dengan kayu. Dengan peralatan seperti payung itulah, Ibnu
Firnas lalu loncat dari menara Masjid Agung Cordoba. Pada uji coba
pertama itu, dia tak bisa terbang. Namun, peralatan yang digunakannya
mampu memperlambat jatuhnya Ibnu Firnas. Ia pun mendarat dengan selamat
dengan luka kecil. Peralatan pertama yang diciptakan Ibnu Firnas itu
menjadi semacam prototipe parasut di era modern.
Dua puluh lima tahun setelah uji coba pertamanya, di usia 65 tahun,
Ibnu Firnas kembali melakukan uji coba terbang. Menggunakan semacam
pesawat terbang layang–berupa sayap yang dilekatkan pada tubuhnya–sang
ilmuwan meluncur dari bukit Jabal Al-Arus dan dapat terbang. Ia pun
mendarat dengan selamat meski mengalami luka.
Uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas itu telah memberi
inspirasi kepada Eilmer Malmesbury, seorang ilmuwan Inggris. Pada abad
ke-11, Eilmer melakukan percobaan penerbangan dan bisa terbang sejauh
200 meter. Eimer menggunakan semacam pesawat terbang layang yang
digunakan Ibnu Firnas.
Sekitar abad ke-10 M, seorang ilmuwan Turki yang tak disebutkan
namanya juga sempat melakukan uji coba penerbangan. Dengan dua sayap
dari kayu lebar yang direkatkan pada tubuhnya, orang Turki itu loncat
dari atap sebuah masjid. Sayangnya, dia gagal mendarat dengan selamat.
Upaya serupa juga dilakukan orang Turki pada tahun 1162 M. Namun, juga
belum berhasil.
Pengembangan dunia penerbangan di dunia Islam kembali berkembang di
era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki. Seorang penjelajah Muslim
bernama Evliya Celebi melaporkan pada tahun 1630 M sampai 1632 M,
sarjana serbabisa Hezarfen Ahmet Celebi menggunakan pesawat bersayap
berhasil terbang melintasi Sekat Basporus. Ia meluncur dari Menara
Galata Istanbul setinggi 62,59 meter dan berhasil terbang sejauh tiga
kilometer serta mendarat dengan selamat.
”Hezarfen Ahmet Celebi, pertama kali mencoba terbang sebanyak
delapan atau sembilan kali dengan sayap elang menggunakan tenaga angin,”
ujar Evliya Celebi dalam buku catatan perjalanannya yang masih
tersimpan di Perpustakaan Istanbul. Sultan Murad Han menyaksikan uji
coba terbang itu dari bangunan besar bernama Sinan Pasha di Sarayburnu.
`‘Hezarfen Ahmet Celebi telah membuka era baru dalam sejarah
penerbangan,” papar Sultan Murad. Upaya serupa juga dilakukan saudara
laki-laki Hezarfen pada tahun 1633 M yang bernama Lagari Hasan €elebi.
Lagari meluncur ke udara dengan menggunakan tujuh roket bersayap yang
dilontarkan tenaga bubuk mesiu. Ia pun terlontar ke angkasa setinggi 300
meter. Unjuk kebolehan yang digelar pada acara peringatan ulang tahun
putri Sultan Murad IV itu berhasil.
Lagari, menurut Evliya, mendarat dengan mulus di Bosporus dengan
menggunakan sayap yang direkatkan ke tubuhnya sebagai parasut. Atas
keberhasilannya itu, Lagari pun dihadiahi posisi yang sangat penting
dalam militer Usmani.
Peradaban Islam Turki tercatat lebih awal dalam melakukan
pengkajian ilmiah terhadap dunia penerbangan jauh hari sebelum Eropa. Di
era kejayaan Kesultanan Ottoman, seorang sarjana Turki telah melakukan
penelitian mengenai hubungan antara permukaan sayap burung dengan berat
badannya. Kajian itu dilakukan untuk menemukan penyebab fisik yang bisa
membuat terbang.
Penelitian itu telah menghasilkan cakrawala baru dalam bidang
aerodinamika. Itulah sumbangan penting peradaban Islam bagi dunia
penerbangan.(fm.gontor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar