cse

Sabtu, 01 September 2012

Abbas Qasim Ibnu Firnas (1)- Ilmuwan Islam Peletak Dasar Teknologi Dirgantara




Para ahli penerbangan dan sejarah Barat mengakui pencapaian peradaban Islam dalam dunia penerbangan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. ”Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam bukunya yang bertajuk History of the Arabs.
Pencapaian yang berhasil ditorehkan ilmuwan Muslim di era kejayaan Kekhalifahan Islam di Andalusia itu juga mendapat pengakuan dari pakar kedirgantaraan Amerika Serikat (AS), Richard P Hallion. Dalam sebuah kesempatan, Hallion menyatakan, sejarah penerbangan dunia tak boleh melupakan pencapaian Ibnu Firnas.
Di bulan September 2000, University of Houston mulai memperkenalkan dan mengajarkan para mahasiswanya tentang sejarah penerbangan yang telah diperkenalkan Ibnu Firnas. ”Hari ini kita mempelajari seorang manusia yang sudah benar-benar terbang pada 1.000 tahun lalu,” begitu University of Houston membuka kuliahnya.
Adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa Ibnu Firnas yang mewakili peradaban Islam pada tahun 852 M telah berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Karena itu, tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan sistem manajemen airport mereka yang baru dengan julukan ‘Firnas’.
Asal-usul dunia kedirgantaraan memang selalu mengundang perdebatan. Konon, peradaban pertama yang bercita-cita untuk bisa terbang adalah bangsa Cina. Memang ada beragam kisah tentang penerbangan yang pernah dilakukan sebelum peradaban Islam melakukannya.
Para ahli menyatakan, upaya penerbangan yang dilakukan secara terkontrol yang dapat dibuktikan kesahihannya terjadi pada abad ke-9 M. Karena sejatinya, bila berbicara sejarah penerbangan akan berhubungan erat dengan perkembangan penerbangan mekanis, mulai dari penerbangan yang digerakkan dengan meluncur hingga ke yang lebih modern lagi.
Peradaban Islam Spanyol di bawah kekuasaan Kekhalifahan Cordoba telah menjadi saksi uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas. Upaya itu mendapat dukungan dari Amir Abdurrahman II–Penguasa Cordoba yang masih berada di bawah payung Kekhilafahan Ummayah. Ilmuwan Muslim serbabisa itu melakukan uji coba penerbangannya pada tahun 852 M.
Ibnu Firnas membuat satu set sayap yang terbuat dari kain yang dikeraskan dengan kayu. Dengan peralatan seperti payung itulah, Ibnu Firnas lalu loncat dari menara Masjid Agung Cordoba. Pada uji coba pertama itu, dia tak bisa terbang. Namun, peralatan yang digunakannya mampu memperlambat jatuhnya Ibnu Firnas. Ia pun mendarat dengan selamat dengan luka kecil. Peralatan pertama yang diciptakan Ibnu Firnas itu menjadi semacam prototipe parasut di era modern.
Dua puluh lima tahun setelah uji coba pertamanya, di usia 65 tahun, Ibnu Firnas kembali melakukan uji coba terbang. Menggunakan semacam pesawat terbang layang–berupa sayap yang dilekatkan pada tubuhnya–sang ilmuwan meluncur dari bukit Jabal Al-Arus dan dapat terbang. Ia pun mendarat dengan selamat meski mengalami luka.
Uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas itu telah memberi inspirasi kepada Eilmer Malmesbury, seorang ilmuwan Inggris. Pada abad ke-11, Eilmer melakukan percobaan penerbangan dan bisa terbang sejauh 200 meter. Eimer menggunakan semacam pesawat terbang layang yang digunakan Ibnu Firnas.
Sekitar abad ke-10 M, seorang ilmuwan Turki yang tak disebutkan namanya juga sempat melakukan uji coba penerbangan. Dengan dua sayap dari kayu lebar yang direkatkan pada tubuhnya, orang Turki itu loncat dari atap sebuah masjid. Sayangnya, dia gagal mendarat dengan selamat. Upaya serupa juga dilakukan orang Turki pada tahun 1162 M. Namun, juga belum berhasil.
Pengembangan dunia penerbangan di dunia Islam kembali berkembang di era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki. Seorang penjelajah Muslim bernama Evliya Celebi melaporkan pada tahun 1630 M sampai 1632 M, sarjana serbabisa Hezarfen Ahmet Celebi menggunakan pesawat bersayap berhasil terbang melintasi Sekat Basporus. Ia meluncur dari Menara Galata Istanbul setinggi 62,59 meter dan berhasil terbang sejauh tiga kilometer serta mendarat dengan selamat.
”Hezarfen Ahmet Celebi, pertama kali mencoba terbang sebanyak delapan atau sembilan kali dengan sayap elang menggunakan tenaga angin,” ujar Evliya Celebi dalam buku catatan perjalanannya yang masih tersimpan di Perpustakaan Istanbul. Sultan Murad Han menyaksikan uji coba terbang itu dari bangunan besar bernama Sinan Pasha di Sarayburnu.
`‘Hezarfen Ahmet Celebi telah membuka era baru dalam sejarah penerbangan,” papar Sultan Murad. Upaya serupa juga dilakukan saudara laki-laki Hezarfen pada tahun 1633 M yang bernama Lagari Hasan €elebi. Lagari meluncur ke udara dengan menggunakan tujuh roket bersayap yang dilontarkan tenaga bubuk mesiu. Ia pun terlontar ke angkasa setinggi 300 meter. Unjuk kebolehan yang digelar pada acara peringatan ulang tahun putri Sultan Murad IV itu berhasil.
Lagari, menurut Evliya, mendarat dengan mulus di Bosporus dengan menggunakan sayap yang direkatkan ke tubuhnya sebagai parasut. Atas keberhasilannya itu, Lagari pun dihadiahi posisi yang sangat penting dalam militer Usmani.
Peradaban Islam Turki tercatat lebih awal dalam melakukan pengkajian ilmiah terhadap dunia penerbangan jauh hari sebelum Eropa. Di era kejayaan Kesultanan Ottoman, seorang sarjana Turki telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara permukaan sayap burung dengan berat badannya. Kajian itu dilakukan untuk menemukan penyebab fisik yang bisa membuat terbang.
Penelitian itu telah menghasilkan cakrawala baru dalam bidang aerodinamika. Itulah sumbangan penting peradaban Islam bagi dunia penerbangan.(fm.gontor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar