Waktu
itu diakhir minggu saya bersama suami dan anak jalan ke sebuah mall di
kota Batam. Tujuan kami cuma untuk cuci mata sekalian belanja kebutuhan
sehari- hari. Masuk ke pintu mall, di lantai dasar rupanya sedang ada
pameran produk kompor listrik yang memakai aktor Indonesia sebagai
dutanya. Mereka mengambil area
yang cukup luas dengan beberapa meja dan kursi yang diatur berkelompok.
Beberapa kursi saya lihat sudah ada calon pembeli yang dilayani seorang
atau dua orang sales. Kami karena tidak tertarik berjalan melintas saja.
Namun tiba- tiba seorang pria muda menghampiri dan menawarkan kami
untuk mencabut kupon undian. Saya ragu tentu saja. Saya tahu sales macam
ini sangat lihai. Ada saja akal mereka untuk menjebak orang untuk
akhirnya membeli produk. Sang sales menyakinkan bahwa ini benar- benar
undian gratis, tanpa dipungut bayaran. Iseng saya cabut selembar amplop.
Anda belum beruntung, begitu kalimat yang tertera di dalam amplop. Sang
sales rupanya belum menyerah, coba lagi bu, satu kali saja. Dan dia
menyodor- sodorkan sekumpulan amplop di tangannya, namun tampak sekali
dia ingin saya mencabut yang tengah. Saya melirik suami saya sambil
tersenyum. Saya penasaran sekali bagaimana caranya dia akan membujuk
saya untuk membeli produknya. Suami saya balas tersenyum dan berkata
bahwa kami tidak memerlukan kompor listrik. Sang sales sekali lagi
menyakinkan bahwa ini undian gratis yang hadiahnya bisa bermacam- macam.
Karena penasaran ingin tahu aksi apa yang direncanakan
team marketing mereka, saya ikut skenario. Saya cabut amplop tengah.
Ting …… tulisan dalam amplop adalah kompor listrik. Sang
sales terlonjak, wah…. Ibu beruntung sekali, baru kali ini ada yang
mendapat kompor listrik gratis. Dia terlihat sangat excited, karena
ribut.. datanglah sales yang lain merubung kami dan memberi selamat.
Seakan- akan ini adalah kejadian besar dan saya adalah orang yang sangat
beruntung sekali mendapatkan hadiah seharga 8 juta rupiah. Ya… harga
sebuah kompor listrik adalah 8 juta rupiah. Kami lalu disuruh duduk dan
sang sales berkata akan menelepon pimpinan dulu di Medan untuk
mengkonfirmasikan hadiah tersebut. Kami menurut. Tapi saya dan suami
sudah berbisik bahwa apapun yang terjadi kami tidak akan mengeluarkan
uang sepeserpun. Dia berbicara dengan keras di telepon, mempertanyakan
apakah undian tersebut masih berlaku dan benar hadiahnya begitu. Singkat
kata…. Hadiah tersebut benar. Kompor gratis itu dibagikan hanya 20 unit
di seluruh Indonesia dan saya adalah salah satu orang yang beruntung
mendapatkannya. Dia lalu mengambil satu unit kompor yang masih
terbungkus rapi dan membawanya ke meja kami. Silahkan bu diterima
hadiahnya, katanya manis. Kami tersenyum dan masih menunggu
kelanjutannya. Dia lalu mengeluarkan sebuah majalah dan menunjukkan
keluarga pembeli kompor yang difoto dengan seorang aktor. Dia bilang
foto kami nanti juga akan muncul di majalah. Lalu dia menceritakan
keunggulan kompor produk mereka. Kami hanya mengangguk angguk sambil
sesekali berkomentar. Akhirnya… setelah panjang lebar berkata- kata. Dia
mengeluarkan daftar barang yang harus kami beli untuk menebus hadiah
kompor tersebut. Pertama tama dia mengharuskan kami membeli blender dan
panci seharga kurang lebih 4 juta Rupiah. Tentu saja kami menolak. Dia
terus membujuk bahwa uang yang kami keluarkan sangat murah sekali untuk
barang- barang berkualitas seperti itu. Lalu rekan sales yang lain ikut
nimbrung dan ikut menyakinkan. Kami bilang tak ada dana sebesar itu yang
tersedia saat ini. Dia lalu menanyakan apakah kami mempunyai kartu
kredit? Saya mengangguk. Sepertinya itu memberi solusi buat kami. Kami
bisa kredit tanpa dikenakan bunga. Kami tetap menolak. Lalu sales
memberi pilihan lagi dengan penggunaan kartu kredit kami boleh memilih
produk lain yang lebih murah. Produk yang perlu kami beli turun harga
menjadi 2 juta rupiah saja. Dalam hati kami tertawa dan tetap
menggeleng. Seru sekali perdebatan di meja kami. Lalu datang sales lain
membawa kamera. Ayo bu diambil saja hadiahnya lalu kami foto, nanti
sekeluarga muncul di majalah lho, katanya. Datang
lagi sales yang lain memprovokasi kami untuk mengambil produk. Tapi
karena kami sudah berketetapan hati untuk tidak mengeluarkan uang
sepeserpun, kami tetap menggeleng. Setelah lama berusaha bahkan dibantu
oleh sales- sales yang lain, mereka menyerah, dan melepaskan kami pergi.
Kompor yang katanya hadiah undian gratis tidak bisa kami bawa pulang.
Kami tertawa senang karena berhasil memenangkan pertarungan itu. Sambil
berlalu kami melirik meja yang lain. Sebuah keluarga sedang berfoto
bersama sambil menenteng kompor. Aku berkata pada suamiku, sudah ada
korban! Sungguh memprihatinkan sekali trik merketing mereka.
Bersandiwara dan memanipulasi orang. Tentu saja undian itu hanya akal-
akalan. Dan alangkah pandainya mereka berakting dengan ekspresi terkejut
ketika undian yang kami cabut menyebutkan kompor sebagai hadiahnya. Dan
kompor itu? Benarkah diperlukan? Daya yang dibutuhkan sangat besar, tak
bisa kami pakai di rumah. Aku tak yakin orang- orang yang berhasil
dibujuk membeli kompor tersebut memang memerlukannya. Untung kami tidak
terjebak dalam skenario mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar